JENDELA INFORMASI, KEDIRI – Di tengah gempuran perkakas yang di produksi oleh pabrik-pabrik modern. Profesi pandai besi tradisional di Kota Kediri masih tetap lestari.
Mengedepankan kualitas yang berusaha terus dijaga, menjadi salah satu upaya agar hasil kerajinannya dapat bersaing dan diterima oleh konsumen.
Gambaran ini diungkapkan oleh Margiono (68), salah seorang pandai besi asal warga Kelurahan Banaran, Kecamatan Pesantren, Kota Kediri, yang sampai saat ini masih mempertahankan dan meneruskan warisan keluarga dari turun-temurun.
Di depan teras halaman rumahnya tersebut, Margiono menghabiskan waktunya hari demi hari sebagai pengrajin pandai besi.
Bising suara dari pukulan palu dan bau asap arang sisa pembakaran besi, menjadi rutinitas Margiono setiap hari.
Menggunakan peralatan sederhana, Margiono dibantu oleh anak laki-lakinya bernama Zaenuri, secara telaten menyulap batangan plat besi menjadi sebuah peralatan pertanian bernilai jual, seperti sabit dan cangkul.
“Keahlian dalam mengolah plat besi ini saya dapatkan dari ayah sejak tahun 1978 silam sebelum meninggal,” kata Margiono saat ditemui di rumahnya, Kamis (29/5/25).
Bagi Margiono, pandai besi bukan sekadar pekerjaan atau menyoal mencari uang, tetapi juga upayanya dalam melestarikan warisan leluhur yang telah ada sejak ratusan tahun lalu.
Margiono mengaku, pada musim panen tebu seperti saat ini, angka permintaan terhadap sabit terbilang cukup tinggi. Dalam sehari, ia mampu menghasilkan 6 buah sabit bersama anak laki-lakinya tersebut.
“Permintaan banyak ketika sudah memasuki masa panen tebu seperti saat ini. Dalam seminggu bisa tembus 10 buah sabit, sedangkan untuk cangkul kurang lebih 5 buah setiap bulan,” sebut Margiono.
Sabit produksi Margiono sendiri dijual seharga Rp 135.000 dan cangkul dijual seharga Rp 180.000.